Khawatir Limbah Merkuri Cemari Sungai
Pabrik Pengolah Pasir Emas Resmi Dihentikan
Anggota Komisi C DPRK Aceh Barat meninjau lokasi pabrik penggiling pasir mengandung emas di Masjid Tuha, Kecamatan Mereubo, Jumat (30/7). Hasil pertemuan dengan manajemen perusahaan, aktivitas pabrik tersebut dihentikan untuk sementara. SERAMBI/RIZWAN
Kepastian distopnya operasional pabrik pengolah pasir itu disepakati dalam pertemuan bersama saat Komisi C DPRK Aceh Barat, Jumat (30/7) meninaju pabrik dan mengelar pertemuan dengan manajemen perusahaan itu, UD Masjid Tuha, milik Rusli Saleh, seorang pengusaha lokal. Adapun anggota DPRK yang melakukan pansus ke lokasi pabrik terdiri atas Mufril, Murdani ST, Ir Yusaini Yunus, Drs Syamsul Bahri, dan Nurhayati.
Selain anggota dewan, juga hadir Pelaksana Tugas (Plt) Direktur PDAM Tirta Meulaboh Chairuman SE, Camat Meureubo M Yusuf, serta keuchik setempat. Dalam peninjauan itu, anggota DPRK hanya mempersoalkan perihal Amdal perusahaan, mengingat keberadaan pabrik itu hanya beberapa meter dari Krueng Meureubo, sehingga dikhawatirkan limbahnya akan mencemari sungai, sementara air sungai itu menjadi sumber pasokan air ke PDAM untuk disuplai ke pelanggan di Kota Meulaboh. Mereka khawatir, operasional pabrik tersebut justru menyebabkan tercemarnya sungai dengan bahan merkuri. Ini sangat mencemaskan pihak PDAM dan pelanggannya.
Mufril mengatakan, kedatangan anggota DPRK ke lokasi adalah untuk mengecek silang laporan masyarakat setelah diperoleh informasi bahwa pabrik tersebut belum memiliki Amdal, maka untuk sementara waktu dihentikan dulu aktivitas komersialnya, sambil pihak perusahaan mengurus dokumen Amdal yang menjadi kewajibannya. Dengan telah dimiliki dokumen Amdal kelak, keberadaan unit usaha penggilingan pasir emas itu tidak akan menimbulkan masalah ekologis dan medis di kemudian hari. “Kami mengakui bahwa izin perusahaan dan izin lainnya sudah, tapi yang belum ada hanya Amdal. Oleh karenaya, distop dulu operasinya,” ujar Mufril yang dibenarkan Murdani.
Rusli, pemilik pabrik itu mengatakan, izin Amdal segera dia urus dan pihaknya tetap memehuhi apa yang menjadi aturan. Apalagi pabrik itu telah banyak menampung tenaga kerja, terutama dari warga desa setempat. Pihaknya tak keberatan pabrik tersebut dihentikan sementara, sambil ia mengurus Amdal, sampai akhirnya tak masalah lagi bila operasional pabril dilanjutkan.
Menurutnya, pasir yang mengandung emas itu saat didatangkan ke pabrinya sudah duluan dioleh di tempat asal, sedangkan di pabrik hanya digunakan zat karbon aktif, bukan merkuri. Sementara itu, Plt Direktur PDAM, Chairuman mengatakan masih terus menguji kadar air yang di Krueng Meureubo, sebab air di sungai yang menjadi sumber air baku PDAM setempat itu tidak boleh ada zat polutan berbahaya yang mencemarinya. Kalau itu terjadi, yang menjadi korban adalah ribuan pelanggan PDAM yang ia pimpin.
“Harapan saya penuhi dulu Amdalnya, sebab Amdallah yang menentukan lokasi ini layak atau tidak untuk tempat pengolahan pasir emas,” ujar Chairuman. Sebagaimana diberitakan terdahulu, masyarakat yang menetap di sekitar aliran Sungai Krueng Meureubo, Aceh Barat resah dan keberatan terhadap hadirnya sebuah usaha penggilingan pasir mengadung emas yang berskala besar. Mereka menduga limbah perusahaan itu telah mencemari sungai, apalagi perusahaan itu belum memiliki Amdal. Pemkab setempat juga telah meminta agar pabrik itu dihentikan untuk sementara waktu sebab belum mempunyai Amdal. (riz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar