Minggu, 27 Februari 2011

Penambang Emas Serbu Geumpang

Diposkan oleh Pertambangan Aceh di 10:15 . Jumat, 22 Januari 2010

Serambi,21 Januari 2010
Sebagian Warga Aceh Barat dan Aceh Jaya
SIGLI - Laporan potensi emas di pergunungan Kecamatan Tangse, Mane, dan Geumpang, Kabupaten Pidie tampaknya mulai direspons oleh masyarakat, terutama penambang emas tradisional. Sejak beberapa waktu terakhir, masyarakat setempat bersama pendatang dari sejumlah kabupaten lainnya, seperti Aceh Barat dan Aceh Jaya berduyun-duyun ke Gunong Geumpang untuk berburu logam mulia tersebut.

Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Pidie Said Muliady SE MSi melalui Kasi Pertambangan, Tarmizi, kepada Serambi, Rabu (20/1) mengatakan, aktivitas penambang emas liar di Gunong Geumpang kian meningkat. Lokasinya tersebar di dua titik, yaitu Alue Eumpeuek dan Anak Perak, perbatasan Pidie dengan Aceh Barat.


Aktivitas berburu emas ke Gunong Geumpang, menurut Tarmizi, hampir bersamaan dengan ditemukannya potensi batu mengandung emas di Gunong Ujeuen, Kecamatan Krueng Sabee, Aceh Jaya. Bahkan, sebagian penambang emas di Gunong Geumpang berasal dari Aceh Barat dan Aceh Jaya. Menurut hasil penelitian, sebaran emas di Geumpang sama dengan sebaran emas di Gunong Ujeuen. “Mungkin terpengaruh dengan pesona emas Gunong Ujeuen, kini ratusan warga melakukan aktivitas menambang emas di Gunong Geumpang,” ujar Tarmizi.

Proses penambangan emas di Gunong geumpang, menurut Tarmizi dilakukan masyarakat dengan sistem gelondongan dan mendulang di sungai. Sistem gelondongan menggunakan merkuri (air raksa). Cara kerja gelondongan, kata Tarmizi, ketika bongkahan batu itu hancur, merkuri akan menyatu dengan batu yang mengandung unsur emas. Sedangkan yang tidak mengandung emas menjadi kepingan batu kecil-kecil. Penambang lebih tertarik menggunakan merkuri karena proses mendapatkan senyawa emas cepat dan mudah. “Kami belum mengetahui persis berapa penyerapan merkuri yang digunakan masyarakat saat menambang emas dengan sistem gelondongan.

Kita belum melakukan perhitungan,” kata Tarmizi. Diakui Tarmizi, pemerintah daerah sulit menghentikan aksi penambangan emas secara liar itu meski membahayakan penambang maupun lingkungan. “Yang mendesak dilakukan adalah pembinaan terhadap penambang emas liar tersebut dan mengarahkan mereka tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya,” tutur Tarmizi.

Terkendala dana
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Pidie, Drs Syukri M Yusuf, kepada Serambi, Selasa (19/1) mengatakan, aktivitas penambangan emas secara liar pasti menggunakan merkuri. Untuk mengetahui berapa persentase merkuri digunakan penambang emas, harus dilakukan penelitian ke lokasi. “Sejauh ini kami belum melakukan peninjauan langsung ke Geumpang sehingga tidak mengetahui kadar penggunaan merkuri. Jika tidak terkendala dana, kita akan melakukan penelitian di lokasi penambangan emas liar tersebut,” kata Syukri.

Ia menjelaskan, dampak pencemaran air sungai akibat merkuri sangat membahayakan habitat makhluk yang hidup di sungai. Juga akan terjadi sedimentasi (pengendapan lumpur di sungai). “Kami belum mengetahui sedimentasi terjadi di sungai akibat limbah merkuri. Ini harus dilakukan dengan penelitian dan uji laboratorium,” demikian Kepala Bapedalda Pidie.

Malaria Serang Sembilan Penambang Emas di Geumpang

* Dinkes Pidie Bagikan 200 Kelambu

SIGLI - Sedikitnya sembilan penambang emas di pegunungan Geumpang, Kabupaten Pidie, terjangkit malaria. Delapan di antaranya pendatang dari Pulau Jawa, satu lagi warga Kota Lhokseumawe. Setelah pulih, mereka kembali menambang emas secara tradisional. Kepala Puskesmas Geumpang, Nyak Cut kepada Serambi, Minggu (7/3) mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan darah yang dilakukan petugas Puskesmas Geumpang, Jumat (5/3), sembilan penambang emas positif terjangkit malaria.

Kesembilan penambang mas itu adalah Utis, Sakeen, Ijal, Solihin, Yakob, Kumar, Ade, dan Bukhari, semuanya warga Jawa. Satu-satunya warga Aceh bernama Amiruddin, berasal dari Kota Lhoksumawe. “Mereka sempat beberapa jam kami rawat di puskesmas. Tapi setelah pulih, kami perbolehkan mereka pulang dan beraktivitas kembali menambang emas,” kata Nyak Cut.

Menurutnya, untuk mengantisipasi meluasnya jangkitan malaria di kawasan pertambangan rakyat itu, Dinkes Pidie dibantu Puskesmas Geumpang sudah membagikan 200 kelambu kepada penambang emas di dua titik. Yakni, di Gampong Alue Eumpeuk Lanjeu dan di Kilometer 9 jalan Tutut ke arah Aceh Barat.

“Kami juga memberi penyuluhan kesehatan kepada penambang emas. Sebab, lokasi tambang emas itu merupakan daerah endemis malaria,” kata Nyak Cut sembari menyebutkan bahwa Puskesmas Geumpang membuka posko 24 jam bagi penambang emas yang terjangkit penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk Anopheles betina itu.

Ilyas (40), warga Gampong Keune, berharap agar Pemkab Pidie untuk tidak melarang masyarakat menambang emas secara tradisional di pegunungan Geumpang, meski medannya riskan. “Kami tidak punya pekerjaan lain untuk menutupi kebutuhan keluarga. Kami terpaksa menggeluti pekerjaan penuh risiko ini. Apalagi menebang kayu telah dilarang pemerintah,” dalih Ilyas.

Menurut Ilyas, hasil yang diperoleh para penambang emas secara manual itu, tidak menentu. Sangat tergantung pada upah atau bagian yang diberikan oleh tauke (pemberi modal) berdasarkan hasil harian yang didapat. “Rata-rata per hari kami dapat uang dari hasil menambang emas di sini Rp 100.000 hingga 150.000,” sebut Ilyas di Sigli, kemarin. (naz)
Sumber : SerambiNews

Sejarah Emas


TIDAK ADA yang mengetahui secara pasti kapan sebenarnya Emas mulai pertama dikenal dan memiliki nilai. Menurut sejarah peradaban, Emas mulai dikenal manusia sejak manusia mulai berbudaya. Sebagai sesuatu yang mempunyai nilai tinggi, Emas mulai dikenal pada masa kekuasaan kekaisaran di Eropa yang kemudian diikuti dengan pencarian oleh sejumlah petualang dan penemu benua baru seperti Christoper Columbus dan Vasco da Gamma yang pada ahirnya memulai masa imperialisme.

Namun jauh sebelum itu, Emas telah dikenal sejak 40 ribu tahun sebelum masehi. Sejumlah suku pedalaman sudah mengenal Emas dan dijadikan sebagai alat budaya khususnya perlengkapan spiritual kuno. Dalam sejarah, masyarakat Mesir Kuno (Circa) tahun 1932 sebelum masehi mereka memakamkan Raja Tutankhamen dalam peti Emas seberat hampir 2.500 pound. Raja Croesus dari Lydia (kini merupakan wilayah Turki) pada 560 tahun sebelum Masehi memerintahkan pembuatan koin emas pertama dan peristiwa ini menandai sejarah emas sebagai alat untuk bertransaksi. Bangsa Romawi sendiri pada tahun 50 SM, mulai menggunakan koin Emas sebagai alat transaksi.

Sebagai komoditi pertambangan, Emas mempunyai sejarah yang sangat panjang. Diperkirakan sejarah penambangan Emas sudah dimulai sejak 2000-5000 tahun SM. Begitu panjangnya usia kegiatan pertambangan Emas tentunya juga banyak mengalami perubahan metoda, dimulai dengan cara pertambangan tradisional yaitu menggunakan gravitasi atau amalgamasi air raksa, kemudian motoda Sianida, flotasi dan heap leaching. Pertambangan Emas terbesar saat ini adalah Afrika Selatan, kendati demikian tidak berarti Afrika Selatan memilki cadangan emas terbesar. Sesuai sifatnya Emas memang tidak habis dikonsumsi, berbeda dengan komoditi lain yang habis dikonsumsi sehingga memungkinkan negara lain yang tidak memilki tambang Emas yang banyak tetapi justru memilki cadangan Emas yang besar, hal ini terkait dengan fungsi Emas sebagai cadangan devisa dan instrumen moneter serta investasi.

Emas Sebagai Alat Tukar
Emas dalam bentuk koin sebagai alat tukar telah dimulai pada masa Raja Croesus dari Lydia (Turki) sekitar tahun 560 SM. Koin Emas juga digunakan sebagai alat tukar dimasa Kerajaan Romawi pada zaman pemerintahan Julius Caesar.
Lahirnya Islam sebagai sebuah peradaban dunia yang dibawa dan disebarkan

Rasulullah Muhammad SAW telah memberikan perubahan yang cukup signifikan terhadap penggunaan emas sebagai mata uang (dinar) yang digunakan dalam aktivitas ekonomi dan perdagangan. Pada masa Rasulullah, ditetapkan berat standar dinar diukur dengan 22 karat emas, atau setara dengan 4,25 gram (diameter 23 milimeter). Standar ini kemudian dibakukan oleh World Islamic Trading Organization (WITO), dan berlaku hingga sekarang.

1 Koin Dinar Emas = 4,25 gram Emas 22 Karat

Perkembangan perdagangan yang makin pesat menuntut penggunaan alat tukar yang lebih fleksibel, ringan dan mudah dibawa tanpa mengurangi nilai; mendorong diciptakannya uang kertas atau uang Fiat. Pada mulanya uang kertas yang dicetak harus disertai dengan penjaminan, jaminan atas uang kertas yang dicetak ini berupa Emas (cadangan Devisa Emas). Sebuah negara tidak bisa sembarangan mencetak uang kertas tanpa jaminan stok Emas yang memadai. Inilah yang kemudian dikenal dengan Standar Emas dan momentum ini ditandai dengan ditanda-tanganinya perjanjian Bretton Woods tahun 1994 yang didukung oleh tidak kurang dari 44 negara.

Menurut perjanjian Bretton Wood, masing-masing negara mematok mata uang kertasnya terhadap USD Dolllar dengan jaminan Emas, yaitu, USD 35 dijamin dengan satu ounce Emas. Perjanjian atau standar Emas ini berlangsung 27 tahun hingga tahun 19971, dimana pada tahun 1971 pemerintah Amerika Serikat yang sedang mengalami kesulitan ekonomi akibat perang vietnam tidak mampu lagi mempertahankan jaminan atas uang kertas dengan cadangan Emas yang dimilikinya, akibat besarnya aliran penukaran US Dollar dengan Emas, sehingga mendorong pemerintah AS memutuskan tidak lagi menjamin US Dollar dengan Emas, sejak itu mata uang kertas tidak lagi dijamin dengan Emas tetapi ditentukan oleh kepercayaan yang didukung oleh ketersediaan cadangan devisa (Emas dan valuta asing) yang dimiliki bank sentral masing-masing negara dan supply-demand yang ditentukan kondisi fundamental ekonomi masing-masing negara.

Dampak Penghapusan Standar Emas
Saat ini perekonomian global sangat tergantung pada Dollar Amerika. Perekonomian global terbentuk untuk menghasilkan barang dan jasa semurah mungkin untuk dikonsumsi oleh Amerika sebagai negara yang paling besar menyerap produksi dan negara yang paling konsumtif.

Dollar Amerika kemudian menjadi pengganti Emas dan secara de facto merupakan fundamental dari sistem moneter global di seluruh pelosok dunia, segala sesuatu yang memiliki nilai selalu diukur dan dibandingkan dengan Dollar, bukan lagi Emas…

Kondisi ini membuat siapapun yang menggunakan Dollar terpaksa ikut terkena dampak dari setiap pergerakan Dollar, termasuk menanggung hutang dan defisit bangsa Amerika. Ekonomi global makin bergantung pada perekonomian Amerika, sementara rumah tangga Amerika itu sendiri sekarang tergantung pada penurunan nilai Dollar. Memang sebelum perang Vietnam, Amerika memiliki posisi keuangan yang kokoh dan memegang lebih dari separo cadangan devisa dunia waktu itu. Saat ini… situasi sudah berubah jauh. Bangsa Amerika sangat menggantungkan tabungan dari negara-negara lain untuk membiayai hutang dan defisit keuangan mereka. Lebih dari 60% sirkulasi Dollar berada di luar Amerika dan sebagian besar obligasi pemerintah Amerika dimiliki oleh asing – khususnya China dan Jepang.

Para pencinta Emas (GoldBugs) sangat meyakini akan kejatuhan Dollar Amerika di masa mendatang, bahkan mungkin tidak lama lagi. Jika nilai Dollar jatuh, maka mata uang kebanggaan Paman Sam itu akan menjadi lembaran tak berharga. Lihatlah… beberapa waktu yang lalu (2008) harga Emas dunia sudah berputar-putar diangka USD 1.000 per troy ons, saat tulisan ini dibuat (Maret 2009) harga Emas mencapai USD 950 per troy ons. Bukan tidak mungkin kejatuhan Dollar sudah diambang pintu…